Tahun 2023 menjadi momen yang istimewa bagi dunia astronomi Indonesia. Sebab, pada tahun ini, Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) tepat berusia satu abad atau 100 tahun.

 

Observatorium Bosscha yang diresmikan pada tanggal 1 Januari 1923 atas prakarsa K.A.R. Bosscha bersama Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging atau Perhimpunan Bintang Hindia-Belanda, merupakan observatorium astronomi modern pertama di Asia Tenggara. Observatorium itu berjarak kurang lebih 15 kilometer dari pusat Kota Bandung, lebih tepatnya di Jalan Peneropongan Bintang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Selain menjadi media pengamatan benda langit bagi para ilmuwan, observatorium ini menjadi media pembelajaran mahasiswa Technische Hoogeschool te Bandoeng, sekolah teknik yang kini menjadi Institut Teknologi Bandung. Tak hanya itu, Observatorium Bosscha juga menjadi sarana pengembangan instrumentasi pengamatan dan teknologi informasi serta pendidikan, sekaligus wadah untuk menarik minat masyarakat guna lebih dekat dengan dunia astronomi.

 

Salah satu wahana pembelajaran yang kerap digunakan dan dikunjungi adalah teleskop refraktor ganda Zeiss yang berada di dalam bangunan kubah raksasa atau koepel. Teleskop sepanjang 11 meter yang didatangkan dari Jerman dan mulai beroperasi sejak tahun 1928 tersebut menjadi alat pengamatan bintang terbesar serta menjadi ikon observatorium itu.

 

Selain teleskop refraktor ganda Zeiss, Observatorium Bosscha memiliki beberapa jenis teleskop yang digunakan untuk berbagai penelitian astronomi serta sarana edukasi bagi masyarakat. Diantaranya, Bosscha Robotic Telescope, Teleskop STEVia, Teleskop GAO-ITB RTS, Teleskop Refraktor Bamberg, Teleskop Surya dan Teleskop Radio Bosscha.

Teleskop sepanjang 11 meter yang didatangkan dari Jerman dan mulai beroperasi sejak tahun 1928 tersebut menjadi alat pengamatan bintang terbesar serta menjadi ikon observatorium itu.

Seiring perkembangan zaman, Observatorium Bosscha terus berbenah dan berperan dalam perkembangan ilmu astronomi modern. Untuk bisa beradaptasi, Bosscha harus bergerak mengisi kebutuhan yang ada, yakni memproses data yang telah ditemukan. Jika tidak, observatorium itu akan terlindas zaman, tertinggal, bahkan terlupakan.

 

Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk menjaga Observatorium Bosscha dari segala macam gangguan, termasuk polusi cahaya yang dapat mengurangi akurasi alat pengamatan. Saat ini, observatorium tersebut tengah dipersiapkan untuk menjadi kawasan cagar budaya agar lebih terlindungi.

Foto dan Tek

Abdan Syakura

 

Editor

Edwin Dwi Putranto

 

Desain

Baskoro Adhy

top

Seabad Observatorium Astronomi Modern Indonesia